Muzania Media

Senin, 06 April 2020

Pengalaman Pahit: Gagal Menyusui Bukan Gagal Menjadi Ibu

Hai, Moms, apakah kamu mengalami kegagalan menyusui sepertiku??? Sabar ya, pasti berat ya? Memang, tapi kamu pasti kuat. Aku akan bagi sedikit pengalaman tentang kegagalan menyusuiku. Semoga ini tidak terjadi di kamu ya, Dears

1. Terlambat Belajar
Sejak mengandung bayi, aku hampir membaca berbagai hal tentang melahirkan. Tentang sakitnya, pulihnya, wishlist barang-barang debay, trus apapun itu soal kehamilan tapi aku lupa belajar tentang caranya menyusui. It's So bad. Kukira menyusui itu hal yang natural. Semua orang bisa, semua bayi bisa melakukannya. Ternyata tidak semudah itu. 

Aku tidak belajar bagaimana cara membersihkan payudara, cara membentuk puting agar siap disusukan kepada bayi, meminum makanan yang melancarkan ASI sejak bayi dalam kandungan, dan seabrek pembelajaran ASI lainnya yang ternyata sangat kompleks. 

Aku sampai berfikir, bagaimana mungkin hewan saja yang tidak dilatih atau belajar bisa menyusui kenapa aku yang manusia Tidak bisa??? 

Ah.... Semua sudah terlambat. Dan aku tidak mau gagal untuk yang kedua kalinya. Untuk anakku yang kedua nanti, insyaallah

2. Tidak ada Pendamping 
Aku mengandung dengan sangat baik. Nyaris tidak ada keluhan. Muntah bisa dihitung tidak lebih dari 5x. Aku mampu makan apa saja, tidak terlalu membenci makanan seperti yang  lainnya. Aku juga tidak nyidam yang neko-neko. Yang kuiingat saat itu, aku hanya labil dalam mengelola emosi. Kata adik iparku "itu yang namanya bawaan bayi. Dikit dikit marah."

Aku melahirkan disebuah klinik persalinan. Tepat 1 hari setelah HPL. Yakni tanggal 2 Maret dari HPL yang tanggal 1. Persalinanku normal dan cepat karena 1 hari kemudian aku langsung bisa pulang ke rumah. Persalinannya gratis memang, tapi, aku merasa tidak mampu mengelola semua setelah itu. 

Jadi ibu baru bukanlah hal mudah. Tangisan bayi setiap saat, sakitnya pasca persalinan, asi tidak keluar, omongan tetangga, semua campur aduk jadi satu. Dan, akupun mengalaminya. Baby blues. 

Setiap jam aku nyaris meneteskan air mata karena merasa tak mampu jadi ibu yang baik. ASIku tak keluar. Susah sekali menyusui itu. Apalagi aku dihadapkan dengan puting pendek. Bayi tidak bisa mengenyot payudara dengan nyaman. Akhirnya lepas dan lepas lagi. Si bayi marah marah karena lapar tidak mendapatkan asupan. Aku pun geram. 

Sayangnya di saat saat seperti itu aku kesulitan mendapatkan Pendampingan. Bidan hanya memberikanku cara menyusui yang benar dengan posisi yang dibenarkan. Sepulang ke rumah, bayi meronta-ronta. Aku bingung, sedang ibuku adalah orang pendiam. Berbeda dengan orang tua lainnya yang memaksa dengan afirmasi positif, "ayo, coba lagi, kamu bisa menyusui". Alih alih menyusui, ibuku tidak tega dengan jeritan anakku yang kelaparan. Di hari ke 3, ibuku menyuruhku membelikan susu formula. Padahal aku sudah kekeh akan memberikan asi eksklusif pada anak. Tapi... Bagaimana lagi. Ibuku tidak tega dengan bayiku laki laki yang meronta-ronta kelaparan. 
Dengan tidak adanya pendamping itu aku berusaha belajar sendiri, meskipun hasilnya terlambat. 

Aku mencoba membuat asi booster berdasarkan informasi yang beredar di internet maupun dari mulut ke mulut. Mulai dari alpukat, prenagen, susu kurma, marneng (jagung kering), teh asi booster, pil asifit, daun katuk.. Semua sudah kucoba. 

Aku juga mencoba menghubungi AIMI agar mengajariku menyusui. Entah berapapun bayarannya. But, no respon. Aku juga didatangi teman tetangga yang jadi bidan. Semua oke ketika dia datang, si bayi pura pura tidur, selepas pulang, kembali melepas puntingku dan meronta. Akhirnya sufor lagi, sufor lagi. Aku menangis tiap malam. 

Bukannya tidak membuahkan hasil. Payudaraku mulai padat terisi asi yang penuh. Tiap subuh bajuku basah karena asi yang tumpah. Tapi dedek ku tidak mau meminumnya. Alhasil aku pun membeli pompa asi. Plus sambungan puting untuk mengatasi masalah menyusuiku. Namun, lagi lagi bayiku meronta. Dia tidak sabar dengan ASIku yang keluar sedikit demi sedikit. 

Pernah juga beli alat relaksasi semacam selang yang menghubungkan antara sufor, payudara, dan isapan bayi. Pas kucoba, bayiku tersedak. Ibuku memaksaku untuk melepas saja, memberikannya sufor. Ya Allah... Padahal aku sebenarnya bisa menghasilkan asi. 

Cara terakhir yang aku usahakan adalah dengan mengasingkan diri di rumah mertua. Disana ada adik iparku yang sukses ASI. Sedang dirumahku, aku memang sedang konflik dengan ayah kandungku. Yang membuat emosiku tak stabil. Aku di rumah mertua 10 hari, tapi mereka tak lulus mengajariku menyusui juga. Aku menyerah. 

Akhirnya ASI yang kupompa lama kelamaan habis. Karena prinsip ASI sebenarnya ialah mau memproduksi ketika bayi tetap mengenyot puting. Jadi, meskipun aku memompanya, sama saja, tidak ada produksi, hanya ada konsumsi. ASIku kering dalam waktu 1 bulan. 

3. Julid Everywhere
Lahiran normal tak membuat telingaku jadi tenang. Masalah ASI selalu diungkit-ungkit oleh orang yang terus berdatangan menjengukku. Komentarnya seputar ini:

- minumnya ASI apa sufor?
- wah, anaknya dikasih sufor ya.. Pasti karena ibunya malas
- wah, sufor nih. Soalnya wanita karir kok ya. 
- idih, anak sapi dong. Ibu zaman sekarang mana mau menyusui. Maunya serba instan. 
- Ibunya nggak sabaran tuh, sebenarnya bisa. 
- asi itu lebih baik loh, daripada sufor. 
- Kalau nggak ASI, nanti anaknya jadi ga deket sama ibunya. 
- nanti kalau sufor anaknya jadi sakit-Sakit an. 
- anak ASI biasanya jadi lebih pinter. 
Parahnya lagi ada ustad kondang yang ngomong beginian, "Ibu itu punya kewajiban untuk menyusui anak selama 2 tahun. Di dalam Alquran jelas. Jadi kalau ada ibu yang males menyusui anaknya, nanti akan kena dosa besar. 

Begitulah kejulidan yang aku dengar sejauh ini. Dan berasa aku ingin bilang kepada dunia," Aku bukannya nggak mau menyusui, tapi nggak bisa menyusui karena banyak faktor."

Dan prolaktasi juga mengatakan "semua ibu pasti bisa menyusui." Hampir streslah aku karena baby blues ini.

4. Ada Penyesalan?? 
Lalu, apakah ada penyesalan karena tidak bisa menyusui? Jelas ada. Bisa dibilang, aku menyesal seumur hidup. Dan aku berjanji kepada diriku dan keluarga, akan lebih berusaha untuk anakku yang kedua nanti. Selain itu, aku juga capek larut dalam penyesalan. Akhirnya, aku cari semangat positif yang setidaknya bisa menghibur diri. Ada banyak hal, diantaranya:

- dokter di klinik persalinanku juga tidak bisa menyusui kedua anaknya. ASInya tidak keluar. Jadi, ada kok dokter sekalipun yang nggak bisa menyusui. 

- Siti Aminah, ibunda Rasulullah Muhammad Saw juga tidak menyusu karena baby blues, psikisnya terpukul karena suami meninggal. Dia pun mengusulkan Muhammad kecil kepada Siti Halimah. Lalu bagaimana kata ustad tadi yang meng-judge bahwa perempuan berdosa jika tidak menyusui??? 

- Jangan memaksa menjadi sempurna. Jika kamu tetap kekeh asi eksklusif padahal memang tidak cukup, anakmu bisa dehidrasi. Bahkan parahnya bisa meninggal. Seperti tetangga temanku yang kekeh ASI padahal memang tidak bisa memberi. Akhirnya meninggal anaknya karena tidak mendapat asupan. 

-Bagaimana pun juga, kamu yang tidak memberi ASI, tetap seorang Ibu. Kamu yang mendidik, mendampingi, bahkan diusia anakku yang 1 tahun ini, dia bisa merasakan kehadiran ibunya ketika pulang kerja. Cepat cepat dia lari ingin memelukku. Dia tetap menyayangimu, dan aku juga menyayanginya sebagai anakku. 

-Anak Sufor belum mesti sakit sakitan atau bodoh. Iklan SGM sudah membuktikannya. Ada anak pertanian S3 karena sufor. Adekku juga sufor, dan sehat sampai sekarang di usia ke 20 tahun tidak ada riwayat dirawat di rumah sakit. Bahkan dia juga cerdas. 

Jadi... Jangan menyesal atau menyalahkan diri sendiri ketika memberikan susu formula. ASI memang yang TERBAIK. Tapi bukanlah segalanya. Kita akan jadi egois jika hanya mementingkan diri menjadi ibu lulus asi eksklusif padahal nyatanya tidak bisa demikian. Be your self. Allah menyayangi kita. 

Peluk hangat, 
Fije
Untuk ibu ibu yang gagal mengASIhi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana menurutmu artikel ini?